Toilet Training Versi Mag

 Toilet Training Versi Mag

Sebelumnya kenalkan ini kisah tentang Mag. Mag adalah sebutan ku untuk anak pertama laki-laki ku. Yang sekarang sudah berusia 4,5 tahun. Dan sudah melewati cukup panjang untuk toilet training versi keluarga kecilku. Kenapa ku sebut ini versi keluarga kecilku. Karena setiap keluarga punya versinya masing-masing. Versi terbaik keluarganya. Perjalanan menuju tahap toilet training itu gak mudah ternyata. Hehe. Banyak trial error nya bun. Beginilah kisah toilet training versi Mag.


Mag memulai toilet trainingnya diusia 2 tahun. Dengan menggunakan popok yang bisa dicuci. Kemudian diusia 2,5 tahun Mag mulai menggunakan training pants. Ya, “Training Pants”. Untukku training pants cukup membantu. Membantu dalam arti kalau Mag pipis gak akan keluar dari pants nya. Jadi tidak akan mengotori tempat. Tapi tidak begitu membantu untuk anak jadi mau pergi ke toilet. Karena anak akan tetap merasa seperti pakai pampers saja saat menggunakan training pants. Hanya setelah ia pipis akan tidak nyaman karena pantsnya basah. Tidak kering seperti memakai pampers. Ini kami diterapkan saat di rumah saja dan saat siang hari. Kalau pergi keluar tetap memakai pampers. Tapi jika mood saya sebagai ibu lagi lelah saya tetap memakai pampers di rumah. Karena saya tidak mau hanya karena hal sepele saya jadi marah-marah ke anak kalau pas bocor atau pipis sembarangan. Tapi Alhamdulillahnya selama memakai popok cuci, training pants semua aman saja tidak pernah sampai bocor.


Masuk usia 3 tahun, saat siang hari Mag sudah tidak menggunakan popok sama sekali. Mag banyak saya ajak ngobrol, banyak disounding bahwa kalau ingin pipis harus ke toilet dan juga dibacakan buku cerita tentang toilet training. Kemudian setiap 2 jam atau 1 jam sekali anak ditanya dan diajak ke toilet. Sampai nanti akhirnya kita akan tahu ritme pipis anak berapa kali dalam sehari. Alhamdulillah beberapa bulan kemudian Mag sudah bisa untuk bilang kalau mau pipis dan BAB ke toilet. Juga saat tidur siang hari jangan lupa untuk bawa anak ke toilet untuk pipis terlebih dahulu sebelum tidur. Insya Allah tidak akan ada drama ngompol di kasur. Saat usia 3 tahun pada malam hari Mag masih menggunakan pampers. Bahkan saat malam hari sebelum tidur Mag akan selalu bertanya “ini pakai pampers kan ?”. Memasuki usia 4 tahun Mag Full tanpa pampers saat siang dan malam hari. Dengan amunisi yang aku siapkan saat itu adalah “Perlak Ompol” mengantisipasi ngompol saat malam hari agar tidak mengotori kasur. Selain itu Mag juga belum terbiasa untuk bangun saat malam hari jika ingin merasa pipis. Jadi cara kami mensiasatinya adalah mengajak Mag pipis sebelum tidur, tengah malam kami angkat buat ajak ke toilet pipis, dan dibangunkan subuh untuk pipis. Semua ini perlu kerjasama antara orang tua. Selain itu batasi minum saat malam hari. Berikan jeda minum terakhirnya dia adalah 30 menit sebelum tidur.

Ya inilah sedikit kisah perjalanan toilet training Mag. Menurut keluarga kami semua ini harus ada kesiapan anak dan orang tua. Kesiapan mental tentunya. Sehingga saat anak pipis sembarangan, orang tua tidak akan emosi. Karena saat orang tua emosi dapat mengakibatkan orang tua menjadi marah dan membuat anak trauma. Kita sendiri pun terkadang tidak bisa mengendalikan emosi saat lelah dan terjadi hal seperti itu. Kalau orang tua sudah siap dengan kondisi tersebut orang tua akan bisa mengendalikan emosinya dan menghadapinya dengan tentang. Sama dengan kesiapan anak. Saat anak sudah siap, anak akan mudah bilang sama orang tua untuk pipis, untuk BAB ke toilet. Trial error itu pasti terjadi apalagi untuk anak pertama. Jadi tinggal kita sebagai orang tua mencari tahu feel kita ke anak. Diluar sana banyak teori toilet training yang diajarkan. Saya pun bahkan beberapa kali mengikuti kelas toilet training. Tapi semua itu belum tentu bisa diterapkan untuk keluarga kita. Karena yang tahu siap atau tidaknya adalah kita dan anak kita. Dan pada akhirnya teori yang terpakai adalah teori versi keluarga kita sendiri, yang tahu tentang anak kita pun hanyalah kita sendiri.

Semangat terus untuk seluruh ayah dan bunda membersamai keluarga kecilnya ☺


Komentar

  1. Saya sepakat Bunda, di atas semua teori, ada kewarasan Bunda yang perlu dijaga. Bukan berarti ini jadi dalih untuk mengabaikan teori, tetapi justru menjadi panduan untuk menyesuaikan teori agar dapat dilaksanakan. Terima kasih Bunda, nice sharing. 🙂

    BalasHapus

Posting Komentar